Urgensi Manifestasi UU NO. 28 Tahun 2009

INDONESIA merupakan negara merdeka dan berdaulat dalam menjalankan pemerintahannya. Hal ini tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Rl Tahun 1945 (UUD1945) alinea IV, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan dukungan yang salah satunya adalah sumber penerimaan yang memadai dan dapat diandalkan. Sumber penerimaan ini sangat penting untuk menjalankan kegiatan setiap tingkat pemerintahan. Tanpa penerimaan yang cukup, program pemerintah tidak akan berjalan dengan maksimal.

Pendapatan merupakan pos penting laporan keuangan dan mempunyai penggunaan yang bermacam-macam untuk berbagai tujuan. Pendapatan daerah yang berasal dari semua penerimaan kas daerah dalam periode anggaran menjadi hak daerah. Berdasarkan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual, pendapatan daerah dicatat berdasarkan pengakuan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBD. Oleh karena itu, setiap transaksi dicatat berdasarkan konsep pengakuan yang sesungguhnya dan merupakan hak daerah. Pendapatan asli daerah diperoleh dari sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terdapat empat jenis pajak baru yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu satu jenis pajak provinsi dan tiga jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat enam belas jenis pajak daerah, yaitu lima jenis pajak provinsi dan sebelas jenis pajak kabupaten/kota.

Ada beberapa jenis pajak yang hak pemungutannya dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Jenis pajak provinsi yang baru adalah pajak rokok, sedangkan tiga jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota ada penambahan satu jenis pajak, yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan pajak provinsi.

Untuk retribusi daerah, terdapat penambahan empat jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Secara keseluruhan, terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam tiga golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.

Pengesahan undang-undang ini sangat strategis dan mendasar di bidang desentralisasi fiskal karena terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam penataan kembali hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Kewenangan yang besar dalam perpajakan dan retribusi meningkatkan akuntabilitas daerah dan kepastian bagi dunia usaha, sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

Perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan adanya kewajiban setiap warga negara untuk memberikan kontribusinya berupa pajak atau pungutan daerah sejenis lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang.

Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, pengenaan pungutan daerah berupa pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang ditetapkan dengan undang-undang, kemudian diformulasikan sebagai komponen pendapatan asli daerah  (PAD). Melalui PAD ini, pemerintah daerah diharapkan mampu mendanai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah, yang pada akhirnya dapat mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan demikian, berarti bahwa daerah senantiasa dituntut untuk lebih mampu meningkatkan PAD-nya dalam rangka melaksanakan otonominya, serta mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri demi tercapainya tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang diharapkan.

Dengan penetapan UU PDRD, urgensi manifestasinya adalah diharapkan struktur APBD menjadi lebih baik, iklim investasi di daerah menjadi lebih kondusif karena peraturan daerah pungutan daerah yang membebani masyarakat secara berlebihan dapat dihindari, serta memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.

 

Penulis: 
Fatwa Omaya | Editor: Adinda Chandralela | Foto: Lisia Ayu Andini
Sumber: 
DPPKAD Prov. Kep. Bangka Belitung
Tags: 
UU No. 28 Tahun 2009; pajak daerah; retribusi daerah; pendapatan daerah; APBD; pendapatan asli daerah (PAD)

Artikel

09/04/2019 | Badan Keuangan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
23/08/2017 | BADAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
23/08/2017 | BADAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
20/03/2017 | BADAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
31/01/2017 | Humas Badan Keuangan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
11/01/2017 | Adinda Chandralela
31/01/2017 | Adinda Chandralela
11/05/2016 | Fatwa Omaya, Editor: Adinda Chandralela, Foto: Lisia Ayu Andini